JAKARTA - Jumlah jam pelajaran agama di sekolah umum, terutama sekolah negeri, dinilai kurang memadai untuk mendalami materi-materi agama. Karena itu, jam pelajaran perlu ditambah.
Hal tersebut ditegaskan Direktur Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag), Imam Tholkhah, kepada Republika, Kamis (13/1). Keinginan untuk menambah jam mata pelajaran agama, kata dia, tak terbatas pada agama Islam saja, tapi juga agama-agama lain sesuai kebutuhan.
Saat ini, mata pelajaran agama diajarkan sebanyak dua jam dalam satu minggu untuk tingkat SMP dan SMA dan tiga jam untuk jenjang SD. Selain kurang memadai bagi siswa untuk mendalami materi-materi agama, kata Imam, minimnya jam pelajaran agama juga berdampak pada sertifikasi guru. Jika hanya dua-tiga jam per minggu, persyaratan sertifikasi tidak terpenuhi
Sebagai alternatif sementara, lanjut Imam, bisa menambah jam pelajaran agama dalam ekstrakurikuler. Ada tiga aspek penting yang bisa ditekankan dalam ekstrakurikuler ini, yaitu aspek perilaku, pengetahuan, dan keterampilan agama, semisal baca tulis Alquran. Langkah alternatif ini juga telah diterapkan di sejumlah daerah, di antaranya Padang (Sumatra Barat), Gresik (Jawa Timur), dan Indramayu (Jawa Barat). "Tetapi, bukan berarti langkah kita terhenti. Sebaliknya, upaya-upaya akan terus dilakukan agar jam pelajaran agama ditambah," ujar Imam.
Diakui Imam, Kemenag tidak mempunyai wewenang menambah jam pelajaran agama di sekolah umum, terutama sekolah negeri. Otoritas tersebut ada pada Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas). "Berhasil atau tidaknya tergantung Kemendiknas karena Kemenag tidak memiliki wewenang untuk itu," ujarnya. Meski demikian, tegas Imam, Kemenag akan terus berupaya agar Kemendiknas berkenan menambah jam pelajaran agama di intrakurikuler.
Kurang mendesak
Guru besar UIN Syarif Hidayatullah, Yunan Yusuf, punya pendapat berbeda soal ini. Ia menilai, penambahan jam mata pelajaran agama tidak perlu dan kurang mendesak. Meskipun diakui, usaha yang ditempuh sah dan dibenarkan.
Hanya saja, kata Yunan, standar isi pada standar nasional pendidikan sudah disusun secara matang. Total jumlah mata pelajaran di tingkat SD sebanyak 11 mata pelajaran, SMP 13 mata pelajaran, dan SMA 15 bidang studi. Artinya, penambahan jam pelajaran agama di intrakurikuler justru tidak akan efektif dan kontraproduktif. "Sebab, kalau diperbanyak lagi, malah akan menambah beban siswa," kata dia
Yunan berpendapat, penambahan jam pelajaran agama di sekolah umum cukup dilakukan melalui peningkatan ekstrakurikuler dengan pengembangan diri. Apalagi, seperti disebutkan dalam standar nasional pendidikan, hal tersebut bisa ditempuh dengan pembiasaan.
Untuk tingkat SD, misalnya, pengajaran agama mestinya lebih menekankan praktik daripada teori. Persentasenya, 80 persen praktik dan teori cukup 20 persen. Dia mencontohkan, pembinaan akhlak mulia bisa disampaikan melalui praktik seperti sopan santun kepada guru, bersikap jujur, dan praktik beribadah. "Hal-hal seperti itu jika diceramahkan di kelas akan melimpah," kata Yunan.
Sedangkan ekstrakurikuler agama, menurut dia, bisa efektif jika didukung dengan sarana dan prasana keagamaan yang lengkap. Sebagai contoh, sekolah mesti melengkapi diri dengan tempat ibadah. Selain itu, para murid harus dibekali dengan literatur agama, minimal satu buku per murid.
Selain itu, ekstrakurikuler harus didukung dengan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menumbuhkan kedekatan terhadap agama, misalnya peringatan hari besar. "Bisa juga dikembangkan kantin-kantin kejujuran agar nilai-nilai agama bisa diresapi dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.`` ed: wachidah handasah
Republika, Jumat, 14 Januari 2011 pukul 08:13:00
0 komentar:
Posting Komentar