Senin, 12 April 2010

MTQ KABUPATE WAY KANAN KE-7 RESMI DIBUKA

Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) tingkat Kabupaten Way Kanan ke-7 di Kecamatan Negeri Agung resmi dibuka oleh bupati Way Kanan Tamanuri, Minggu 11 April 2010. Dalam sambutannnya, Tamanuri mengharapkan MTQ dapat dilaksanakan secara seportif, baik dalam hal penilain oleh dewan hakim, dan peserta, serta ofisial. Lebih lajut Tamannuri mengingatkan bahwa MTQ jangan hanya dijadikan sebagai ajang untuk mencari juara semata, namun yag lebih penting dan utama hendaknya dengan MTQ dapat dijadikan sebagai media untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT.



Sebelum pelaksanaan pembukaan MTQ, tadi sore sekitar pukul 14.00 WIB dilaksanakan Pawai Ta’aruf yang diikuti oleh seluruh kafilah dari 14 Kecamatan yang ada di Kabupaten Way Kanan. Selain itu pada pukul 16.00 WIB dilaksanakan pelantikan Dewan Hakim MTQ Kabupaten Way Kanan ke-7, yang dilakukan oleh Plt. Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Way Kanan Ali Sholihin.Dalam sambutannya seusai melantik, Ali Sholihin berharap agar Dewan Hakim dapat memberikan penilain seobyektif dan seadil mungkin.
MTQ Kabupaten way Kanan ke-7 yang akan dilaksanakan dari tanggal 11-15 April 2010 kali ini akan melombakan 4 cabang lomba, diantaranya; Cabang Tilawah, Cabang Syahril Qur’an, Cabang Tahfidz Qur’an, dan Cabang Fahmil Qur’an.
Antusias masyarakat Kecamatan Negeri Agung terhadap pelaksanaan MTQ kali ini begitu bagus, terbukti dengan banyaknya masyarakat yang ikut memadati acara pembukan MTQ Kabupate Way Kanan ke-7 kali ini yang mencapai kurang lebih 10.000 pengunjug. Sukseskan MTQ Kabupaten Way Kanan ke-7……!!!!

Kamis, 18 Februari 2010

UU Penodaan Agama Menjamin Kebebasan Beragama

Kebebasan beragama dan berkeyakinan telah diatur oleh konstitusi, namun dalam pelaksanaannya masih terjadi berbagai pelanggaran. Penyebabnya antara lain karena masih lemahnya pemahaman masyarakat terhadap jaminan kebebasan beragama yang diatur dalam konstitusi.

Hal itu dikemukakan Direktur Penerangan Agama Islam, Drs Ahmad Djauhari Msi pada diskusi bertajuk "Beragama, berkeyakinan dan berkonstitusi" di Jakarta, Selasa (16/2). "Penyebab lain karena belum optimalnya kesadaran bertoleransi terhadap keragaman," ujarnya. Dalam kesempatan yang sama tampil pula sebagai pembicara Prof JE Sahetapy, Gurubesar Universitas Airlangga dan Prof Leica Marzuki, mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi.


Oleh karena itu menurut dia, diperlukan upaya yang sistematis dan konsisten untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran berkonstitusi dalam konteks kebebasan beragama. Sehingga perlu dilakukan penguatan terhadap peraturan perundang-undangan tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan melalui peraturan turunan yang lebih implementatif, tanpa perlu merubah atau mencabut peraturan yang telah ada.

Mengenai pendapat banyaknya pelanggaran disebabkan adanya UU No. 1/ 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, menurut Ahmad Djauhari pernyataan itu terlalu menyederhanakan persoalan karena mendasarkan asumsi tanpa dibuktikan dengan penelitian yang dapat dipertangungjawabkan.

"Apakah pelanggaran itu dimotivasi karena adanya UU ini atau karena faktor lain. Oleh karena itu keberagaman UU No. 1/PNPS/1965 masih sangat diperlukan karena sangat terbuka dalam menjamin kebebasan beragama di Indonesia," tandas Djauhari.

Dalam UU itu setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keaagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.

Djauhari menambahkan, sesuai amanat konstitusi, negara dan pemerintah berkewajiban memberikan jaminan dan perlindungan atas hak setiap warganya untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, serta memberikan fasilitasi dan pelayanan untuk pemenuhan hak dasar warga negara tersebut. Dengan demikian aspek perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak beragama sebagai bagian dari hak asasi warga negara menjadi landasan pokok bagi pembangunan bidang agama.